Selasa, 26 Oktober 2010

Guru, Sang Pahlawan Bangsa Tanpa Tanda Jasa

Guru, orang Jawa berpendapat bahwa guru adalah orang yang harus bisa digugu dan ditiru. Maksudnya adalah orang yang patut didengarkan apa yang dikatakannya dan dicontoh apa yang dilakukannya. Didengarkan, beda dengan didengar. Didengar hanya akan masuk lewat telinga kanan keluar lewat telinga kiri, tapi tak ada realisasi apa yang telah didengarnya. Didengarkan maksudnya adalah melaksanakan apa yang telah guru katakan kepada kita. Dan dicontoh kelakuan guru kita, tentunya yang baik-baik, karena pada dasarnya bukanlah merupakan karakter guru sejati untuk kita jika kelakuannya tidak patut untuk dicontoh.

Guru, adalah orang yang memberikan kepada kita ilmu pengetahuan agar kita bisa menjadi manusia yang berguna di dunia ini. Bayangkan jika kita terkungkung dalam kebodohan, kita pasti akan menjadi sampah di dunia ini. Zaman penjajahan Belanda dahulu sebelum diterapkannya Politik Balas Budi, bangsa kita begitu mudahnya dibodohi oleh penjajah Belanda. Perlawanan-perlawanan yang digelorakan oleh anak bangsa, seolah-olah menemui jalan buntu. Karena apa? Karena kita BODOH. Mudah sekali dipecah belah oleh Politik Pecah Belah (divide et impera) yang diterapkan oleh penjajah ketika itu. Perlawanan yang masih bersifat kedaerahan selama berabad-abad tak pernah bisa membuat bangsa Indonesia merasakan kemerdekaan, hingga akhirnya tercetus Sumpah Pemuda di tahun 1928 yang akhirnya hanya dalam hitungan kurang dari 20 tahun bisa membuat Indonesia merdeka dari penjajahan Belanda (dan Jepang). Karena apa? Karena ketika itu pahlawan kemerdekaan telah mengerti arti pentingnya persatuan dan kesatuan. Tanya kenapa? Karena GURU mereka, pastilah guru mereka telah mengajari arti persatuan dan kesatuan demi mewujudkan cita-cita.

Teringat akan lagu yang berjudul Hymne Guru, yang menggambarkan bahwa guru adalah seorang pahlawan bangsa tanpa tanda jasa. Berikut petikan lirik lagu wajib nasional tersebut:


Terpujilah wahai engkau Ibu Bapak Guru.
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku.
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku.
Sebagai prasasti terima kasihku tuk pengabdianmu.
Engkau sebagai pelita dalam kegelapan.
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan.
Engkau patriot pahlawan bangsa tanpa tanda jasa.


Guru, sang patriot pahlawan tanpa tanda jasa. Karena jasa guru tak ternilai harganya dan tak bisa digantikan walaupun dengan emas sebesar gunung. Seorang guru akan memberikan ilmu yang ia punya kepada orang-orang dengan tulus ikhlas dan senyum manis yang selalu menghiasi wajahnya. Penghasilan seorang guru baginya hanyalah untuk transport pulang pergi dari tempat tinggalnya menuju tempat ia akan membagi ilmu pengetahuan kepada orang-orang yang memerlukannya. Dan hanyalah sekedar untuk mengisi energi untuk tubuhnya (maksudnya makan dan minum), karena untuk melakukan segala sesuatu pastinya membutuhkan energi. Penghasilan guru di kota-kota besar mungkin sudah lebih dari cukup dengan segala fasilitas yang ada di kota. Tetapi bagaimana dengan guru yang mengabdi di daerah terpencil? Entahlah, aku sudah kehabisan kata-kata untuk mengekspresikannya. Dengan memperhatikan realita yang ada, itu sudah membuatku semakin terkagum-kagum terhadap pengabdian seorang guru. Ada sebuah lagu sindiran, yang menyindir pemerintah, karena pemerintah kurang menghargai jasa guru. Yah walaupun pemerintah kurang menghargai jasa guru, namun guru tetaplah guru, yang selalu tulus ikhlas dalam mengabdi demi mencerdaskan anak bangsa. Berikut petikannya lirik lagunya:.

Oemar Bakri... Oemar Bakri pegawai negeri
Oemar Bakri... Oemar Bakri 40 tahun mengabdi
Jadi guru jujur berbakti memang makan hati

Oemar Bakri... Oemar Bakri banyak ciptakan menteri
Oemar Bakri... Profesor dokter insinyur pun jadi
Tapi mengapa gaji guru Oemar Bakri seperti dikebiri


Guru, profesi yang penuh kemuliaan. Profesi yang penuh dengan kehormatan. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban buat kita untuk menghormati dan menghargai guru-guru kita. Baik itu di sekolah, kampus, atau di manapun. Walaupun terkadang kita kurang sependapat dengannya, yakinlah bahwa beliau menginginkan yang terbaik untuk kita. Tak ada lagi yang bisa kulakukan untuk membalas jasa-jasa guruku, selain ucapan terima kasih yang sebanyak-banyaknya, dan doa yang selalu kupanjatkan agar Ibu dan Bapak senantiasa selalu dirahmati oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Terima kasihku kuucapkan.
Pada guruku yang tulus.
Ilmu yang berguna selalu dilimpahkan.
Untuk bekalku nanti.
Setiap hari ku dibimbingnya.
Agar tumbuhlah bakatku.
Kan ku ingat selalu nasihat guruku.
Terima kasihku ucapkan.


Terima kasih, Ibu Guru.
Terima kasih, Bapak Guru.
Jasamu, akan kuukir di dalam hatiku.
Maafkan muridmu yang bandel ini, yang dulu sering sekali membuat Ibu dan Bapak merasa jengkel terhadap kelakuanku.
Ku berjanji dalam hati, untuk menjadi manusia yang berguna bagi agama, bangsa, dan negara.
Amin

Sabtu, 23 Oktober 2010

CINTA ITU KENTUT by 8 BALL featuring AGIL

Jumat siang, sepulang Sholat Jumat, langsung kubuka baju koko dan sarung yang tadi kukenakan untuk Sholat Jumat, sehingga tinggal singlet putih dan celana pendek biru yang menutupi tubuhku. Segera kusambangi kamar kawan kosku, untuk sekedar mengobrol dan bercanda ria sambil mendengarkan lagu yang diputar dari laptopnya. Dengan penuh konsentrasi, aku mencoba menyimak lirik lagu yang sedang diputar oleh kawanku itu, ternyata liriknya sangat berisi PESAN MORAL kepada remaja-remaja Indonesia yang tengah dimabuk asmara. Aku tanyakan kepadanya, siapa yang menyanyikan lagu ini. Dia menjawab, "8 Ball featuring Agil". Sejenak aku berusaha mengingat-ingat lagu-lagu yang sering dinyanyikan oleh 8 Ball yang biasanya berisi penghinaan kepada orang-orang yang melakukan hal di luar kewajaran, tetapi kali ini malah menyanyikan lagu yang berisi PESAN MORAL. Sekali lagi, PESAN MORAL.

Mengapa aku mengatakan lagu-lagu itu berisi PESAN MORAL? Ya karena aku tidak hanya mendengarkannya sekali saja, melainkan aku meminta kepada kawan kosku untuk memutarnya kembali tiap lagu ini habis. Dan kawanku pun berkata bahwa lagu ini memang berisi PESAN MORAL, ya PESAN MORAL KEPADA REMAJA-REMAJA INDONESIA YANG TENGAH DIMABUK ASMARA, atau lebih tepatnya CINTA MONYET. Nah luh, MONYET dia bilang. hahaha. Nah, lagu itu sendiri berjudul, "CINTA ITU KENTUT". Saat mendengar judulnya saja, aku baru teringat kembali, bahwa CINTA ITU MEMANG IBARAT KENTUT, ditahan SAKIT, dikeluarin MALU. hehe. Berikut petikan liriknya, selamat menganalisis lirik lagu yang berisi PESAN MORAL ini.


Sangat mabuk kepayang disaat jatuh cinta.
Semua jdi indah tak cukup terungkap oleh kata.
Taman bunga tiba-tiba muncul dalam hati.
Sumpah janji sampai mati nekad disepakati.

Masing-masing diri harus saling mengisi.
Tunjukan bahwa nanti bisa untuk tahan ambisi.
Bila salah bersikap siap terima sanksi.
Pacaran harus sportif udah mirip kompetisi.

Ga boleh curang dalam jalin hubungan.
Ga boleh juga jarang sayang-sayangan.
Pokoknya jangan ada dusta diantara kita.
Mau bikin apa saja ijin dulu yang diminta.

Padahal status jelas-jelas masih pacaran.
Panggilnya papa-mama padahal masih ingusan.
Nikah aja belum udah banyak aturan.
Sok bertanggungjawab padahal masih pengangguran.


Lucunya klo pacaran ga ketemu udah resah.
Liat aja pas udah nikah kebalik semua kisah.
Mulai ngindarin pasangan karena rasa bosan.
Atau karena semua ga seperti yang di bayangkan.

Banyak yang dipikir selain cinta-cintaan.
Udah ga ada waktu buat romantis-romantisan.
Pusing nyari nafkah bukan pusing pacaran.
Akhirnya sadar cinta bukan sekedar kesenangan.

Bukan hanya senang-senang sakitnya belakangan.
Cinta juga bukan sekedar puaskan selangkangan.
Jangan kau kesampingkan akan makna hidup.
Apakah jadi pemimpin nanti kau akan sanggup.

Jangan pernah terjerat pada senang sesaat.
Kalo ga ada ujungnya jelas ada tersesat.
Pikir dari sekarang klo memang punya niat.
Niscaya kau bisa lewati halangan terberat.


Sumpah cinta mati.
Tertanam dalam hati.
Berani mengubah sifat itu memang sangat berarti.
I love u, I miss u tak sekedar tuturan kata.

Ya demi cinta apa adanya dan nyata.
Coba pahami arti cinta sesungguhnya.
Anggap terhempas angin rindu yang melara.
Coba pasrahkan dari ujung kaki dan kepala.

Relakan semuanya dari harta sampai nyawa.
Sadari cinta itu perjuangan.
Bukan sekedar manis mulut keluarkan bualan.
Agar bebas berbuat tanpa aturan.
Ujung kebablasan pasangan terlambat bulan

Mari saudara-saudari sadari.
Cinta bukan senang semata yang dicari.
Serba serbi teka-teki hidup ditelusuri.
Cinta sejati hidup tulus tuk memberi.


Maaf ya jika ada lirik yang salah, karena lagunya memang bertempo cepat.

Selamat menikmati.

Jumat, 22 Oktober 2010

Untuk Sahabat Klasik

Aku memang bukan teman terbaik untukmu.
Aku memang bukan sahabat yang bisa mengerti perasaanmu.
Namun di setiap heningku, aku akan selalu mengingat dirimu.
Meskipun mungkin kau takkan pernah mengingat diriku.

Semua yang telah kita jalani akan aku bawa ke dalam perjuangan ini.
Memang sedih berada jauh dari semua yang kuharapkan.
Ingin rasanya kutarik semua perjanjian kita.
Kalu kita sahabat sejati, kalau kita teman sehati.

Dari awal ingin rasanya selalu ada di dalam benak tawa kalian.
Yang selalu mengindahkan relung jiwa.
Yang selalu terhempas ombak.
Semua pasti akan kuingat.

Kini kita terpisahkan oleh dimensi jarak.
Yang selalu membawa kembali ke dalam persaudaraan.
Maafkan bila aku ada kesalahan.
Aku akan mencoba menyempatkan waktuku untuk dirimu.

Kamis, 21 Oktober 2010

Biar Saja

Pagi itu, 31 Agustus 2009, selepas rapat Pengurus Harian BEM KM FMIPA UGM 2009, saya diajak oleh Mas Aza, yang merupakan ketua BEM KM FMIPA UGM 2009 untuk mengumpulkan kertas-kertas bekas yang ada di dalam sekretariat BEM. Kertas-kertas tersebut rencananya akan dijual untuk membiayai buka puasa bersama seluruh anggota BEM.

Setelah beberapa lama, Mas Aza menemukan buletin Scientica edisi Februari 2005. Pelu diketahui, Scientica adalah nama media terbitan Divisi Opini dan Media BEM KM FMIPA UGM. Jika dibandingkan dengan Scientica edisi sekarang, konten Scientica edisi terdahulu lebih bagus. Oleh karena itu, Mas Aza menyerahkan buletin tersebut kepada Eka Agustina, staf Departemen Kajian Strategis (Kastrat) BEM KM FMIPA UGM untuk selanjutnya diserahkan ke Kadiv Opmed, Puspita Ratri, agar selanjutnya Divisi Opmed melakukan perubahan konten Scientica supaya tidak kalah dengan edisi-edisi pendahulunya.

Sebelum diserahkan ke Pu, sapaan akrab Puspita, saya segera meminta buletin tersebut untuk saya baca. Ternyata benar saja jika kontennya lebih bagus dibandingkan Scientica edisi sekarang. Tulisan-tulisan dari Zulfadli, Ketua BEM waktu itu, begitu indah dibaca. Terlebih lagi ketika saya menemukan puisi berjudul “biar saja”, karya dari Ibnu Wahyudi. Puisi itu begitu menyindir kebanyakan mahasiswa yang tidak sadar terhadap perannya sebagai mahasiswa. Berikut ini adalah puisi “biar saja”.


Biar saja
Seandainya lima dari sepuluh mahasiswa
Lebih menyukai sandal
Asal berpikirnya tetap intelektual


Biar saja
Seandainya tiga dari sepuluh mahasiswa
Lebih sibuk mengikat rambutnya
Asal dalam kepalanya masih ada logika


Biar saja
Seandainya enam dari sepuluh mahasiswa
Lebih bergaya dengan kaos oblong
Asal dada dan nuraninya tidak kosong melompong


Biar saja
Seandainya delapan dari sepuluh mahasiswa
Lebih asik dengan walkmannya
Asal kasetnya bukan bajakan


Biar saja
Seandainya sembilan dari sepuluh mahasiswa
Lebih memilih pinjam catatan temannya
Dan menyalin dengan rapinya
Asalkan tahu apa yang ditulisnya


Tapi Apakah harus dibiarkan
Seandainya hanya satu dari sepuluh mahasiswa
Yang tahu bahwa dirinya adalah mahasiswa
Yang tahu bahwa sekolahnya masih disubsidi negara
Yang tahu bahwa untuk menjadi sarjana perlu membaca dan terus bertanya
Yang tahu bahwa…


Terserah buat pembaca untuk menafsirkan puisi di atas. Yang pasti, Ibnu Wahyudi ingin mengingatkan kepada kita semua tentang peran mahasiswa melalui puisinya. Mahasiswa adalah penyambung lidah rakyat. Oleh karena itu, mahasiswa harus terus belajar dan belajar agar dapat menjadi penyambung lidah rakyat yang sebenarnya. Belajar di sini bukan hanya belajar di dunia akademik, tetapi juga mahasiswa harus belajar peka terhadap problematika sosial yang terjadi di negeri ini. Majulah terus mahasiswa Indonesia.