Kamis, 29 September 2016

Fitrah Seksualitas

Masih terngiang kata bapak  yg baik hati,  yg mengantar kami ke stasiun tawang tempo hari ...

_"Mumpung anak masih kecil, jangan sampai salah seperti saya ya ..._

_Anak pertama usia 22 thn hafal 18 juz._
_Anak ke-2 dan ke-3 semua hafidz dan hafidzah._
_.... Tuntas 30 juz._

_Tapi ..._
_saya sedih karena untuk sholat saja mereka masih diingatkan dan masih disuruh-suruh."_ 

Saya menangis saat saya baru sadar bahwa ada yg terlewat kala itu.

◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎◎

*Fitrah keimanan* (dibahas saat workshop) yg *harusnya ditanam di 7 tahun pertama* hidupnya ternyata lupa saya kawal lebih ketat dan belum tuntas.

Dan sekarang kami harus "restart" dari awal untuk mengulang proses yg terlewat".

_.... Hmm ... Jazakumullah khairan katsira nasehat berharganya, ya pak ...._

Satu hal lagi yg saya dapat saat mengikuti *worshop home education based fitrah and tallent* di Semarang beberapa waktu lalu bersama Ust. Harry.

*Didiklah anak sesuai fitrah*

_Fitrah apa ....?_
Ada beberapa fitrah.

Diantaranya _fitrah iman, fitrah belajar, fitrah bakat dan fitrah seksualitas_.

*Fitrah seksualitas ?*
Wow .... bagaimana itu?

✩★✩★✩★✩★✩★✩★✩

*_Mendidik anak sesuai fitrah seksualitas artinya mengenalkan anak bagaimana bersikap, berpikir, dan merasa seperti gendernya._*

Jika ia anak perempuan, maka kita bangkitkan fitrah seksulitasnya sebagai perempuan.
Jika ia laki-laki, maka kita bangunkan fitrah seksualitasnya sebagai laki-laki.

Pertanyaan berikutnya yg muncul, *_bagaimana tekhnis membangkitkan fitrah seksualitas ini ?_*
Ada beberapa tahap yg perlu kita kawal di tiap fasenya.

○●○●○●○●○●○●○●○●○●○●

*Fase Usia 0 - 2 tahun*
—————————————

Pada usia ini anak harus dekat dengan bundanya.
Pendidikan tauhid pertama adalah menyusui anak sampai 2 tahun.
Menyusui, bukan-lah sekedar memberi ASI.
Langsung disusui tanpa pumping dan tanpa disambi pegang HP. Tapi harus benar-benar menyusui dari hati, tulus ikhlas. Ajaklah dia berbicara meski menurut nalar kita, anak ini tidak paham apa yg kita ucapkan. Namun tetaplah berkomunikasilah dengan baik & benar, dengan kata-kata yg indah, dengan hati yg gembira, tidak dengan bersedih hati ... akan pahitnya kehidupan yg sedang dijalani. Beri semangat ia tumbuh menjadi pribadi yg kuat lahir maupun batin.

○●○●○●○●○●○●○●○●○●○●

*Fase Usia 3 - 6 tahun*
—————————————

Pada usia ini anak harus dekat dengan kedua orang tuanya.
Dekat dengan bundanya, juga dekat dengan ayahnya.
Perbanyak aktivitas bersamanya.

○●○●○●○●○●○●○●○●○●○●

*Fase Usia 7 - 10 tahun*
——————————————

Pada usia ini dekatkan anak sesuai gendernya.

Jika anak laki-laki, maka dekatkan dengan ayahnya.
Ajak anak beraktifitas yg menonjolkan sisi _ke-maskulin-annya_.
Nyuci motor, akrab dengan alat-alat pertukangan, dsb.

Jika anak perempuan, maka dekatkan dengan bundanya. Libatkan anak dalam aktifitas yg menonjolkan _ke-feminin-annya._
Stop pesan katering (beli makanan jadi, diluar) dan perbanyaklah utak-atik di dapur bersama anak perempuan, melibatkan saat bersih-bersih rumah, menjahit,  dsbnya.

○●○●○●○●○●○●○●○●○●○●

*Fase Usia 11 - 14 tahun*
———————————————

Usia ini sudah masuk tahap *_pre aqil baligh akhir_* dan pada usia ini mulailah *_switch/menukar kedekatan._*

★ *Lintas gender*★

Jika anak laki2, maka dekatkan pada bundanya.
Jika anak perempuan, maka dekatkan pada ayahnya.

♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡

Adalah sebuah *riset secara UMUM* ( _tidak mengukur pengetahuan pendidikan agamanya_) yg menunjukkan ....

_jika seorang anak perempuan tidak dekat dengan ayahnya_ ... pada fase ini maka data menunjukkan anak tsb,  *6x lebih rentan akan (maaf) ditiduri oleh laki-laki lain*.

Di sebuah artikel parenting, dulu saya juga menemukan hal senada.
Jika tidak dekat dengan ayahnya, maka anak perempuan akan mudah terpikat dengan laki-laki yg menawarkan perhatian dan cinta meski hanya untuk kepuasan dan mengambil keuntungan semata.
Logis juga sih.
Saat ada laki-laki yg memuji kecantikannya, mungkin ananda tidak gampang silau karena ada ayahnya yg lebih sering memujinya.
Kalau ada laki-laki yg memberikan hadiah, ananda tak akan gampang _klepek-klepek_ karena ada ayahnya yg lebih dulu mencurahkan perhatian dan memberi hadiah.

Pada fase ini jika anak perempuan harus dekat dengan ayahnya, maka sebaliknya, anak laki-laki harus dekat dengan bundanya.

Efek yg sangat mungkin muncul jika tahap ini terlewatkan adalah, maka *_anak laki-laki punya potensi lebih besar untuk jadi suami yg kasar, playboy, dan tidak memahami perempuan._*

Ada yang tanya, lho kalau ortunya bercerai atau LDR bagaimana?

Hadirkan sosok lain sesuai gender yg dibutuhkan.
Misal saat ia tak punya ayah, maka cari laki-laki lain yg bisa menjadi sosok ayah pengganti.
Bisa kakek, atau paman.
Sama dengan Rasulullah SAW.
Meskipun tak punya ayah dan ibu, tapi Rasulullah tidak pernah kehilangan sosok ayah dan ibu.
Ada kakek dan pamannya.
Ada nenek, bibi dan ibu susunya, dsbnya ...

○●○●○●○●○●○●○●○●○●○●

*Fase > 14-tahun*
——————————

Fase berikutnya setelah 14 tahun, bagaimana? Apakah sudah tuntas ?.

Karena Jumhur ulama sepakat usia 15 tahun adalah *usia aqil baligh*.
Artinya anak kita sudah "bukan" anak kita lagi.

Ia telah menjelma menjadi orang lain yg sepadan dengan kita.

Maka fokus dan bersabarlah mendampingi anak-anak, karena kita hanya punya waktu 14 tahun saja. Meskipun sejujurnya kita tidak bisa membohongi hati & melepaskan tanggung jawab kita, untuk terus memonitor sepak terjangnya, meskipun secara diam-diam.

Maka dari itu ... marilah kita saling mengingatkan, saling menguatkan, saling mendoakan satu sama lain, baik sebagai orang tua maupun human relationship.

Semoga *اللّٰهُ* SWT  memampukan kita dan bisa mempertanggung-jawabkan amanah ini kelak di hari penghitungan nanti ...

آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَا رَ بَّ العَـــالَمِيْ

*Selamat berkumpul dan merajut cinta bersama keluarga*. ❤

_Apapun keadaannya, jangan lupa bersyukur dan bahagia ya .. 😄🙏🏻_

※ _Di-edit dari tulisan Euis Kurniawati_ ※

Sabtu, 17 September 2016

Ribut

Adalah Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan hadits tentang shalat sunnah qabliyah Maghrib dan menyatakan keshahihannya. Tetapi sungguh aneh, belum pernah para muridnya menyaksikan beliau mengamalkan ibadah tersebut.
"Mengapa?", tanya mereka.
"Sebab penduduk Baghdad telanjur mengambil pendapat Imam Abu Hanifah", ujar beliau, "Yang menyatakan tiadanya shalat qabliyah Maghrib. Kalau aku mengamalkan hal yang berbeda, niscaya akan menimbulkan keributan di antara mereka."

Meninggalkan suatu sunnah yang diyakini keutamaannya demi terjaganya harmoni masyarakat ternyata adalah 'amal utama.
"Karena itu para Aimmah seperti Imam Ahmad atau yang lainnya", demikian ditulis Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, "Menganggap sunnah apabila seorang imam meninggalkan hal-hal yang menurutnya lebih utama, jika hal itu dapat menyatukan makmum."

Inilah mengapa ketika Buya Hamka menyilakan KH Abdullah Syafi'i berkhuthbah di Masjid Agung Al Azhar, adzan beliau minta dikumandangkan dua kali. Ini pula mengapa, KH Idham Cholid tidak berqunut ketika tahu ada Buya Hamka menjadi makmumnya dalam kapal yang mengangkut mereka berhaji, sementara Buya Hamka justru berqunut karena tahu KH Idham Cholid ada di belakangnya.

"Demikian juga orang-orang yang menganggap melirihkan suara ketika membaca basmalah (dalam shalat berjamaah) adalah lebih utama atau sebaliknya", sambung Ibn Taimiyah, "Sedangkan makmum berbeda dengan pendapat atau madzhabnya, maka dia boleh mengerjakan yang kurang afdhal demi menjaga kemashlahatan persatuan. Hal ini lebih kuat dibandingkan permasalahan mana yang afdhal dari kedua perkara tersebut, dan ini adalah baik."

Jalan sunnah adalah jalan tak suka ribut tentang khilafiyah furu'iyyah. Jalan sunnah adalah jalan yang meminta kita tak perlu tampil mencolok dan terlihat berbeda.

Adalah Imam Ahmad ibn Hanbal menekankan hal ini sampai soal berpakaian. Beliau menegur seorang yang ditemuinya di Baghdad dalam keadaan memakai pakaian penduduk Makkah.
"Tidak cukupkah bagimu pakaian yang biasa dikenakan orang 'Iraq?"
"Bukankah ini pakaian yang baik, pakaian dari tempat bermulanya Islam?"
"Ya", jawab beliau, "Akan tetapi aku khawatir pakaian itu menghinggapkan rasa sombong dan aku khawatir ia adalah pakaian kebanggaan (libasusy syuhrah) yang dilarang oleh Rasulullah, karena dikenakan agar pemakainya tampak menonjol di tengah khalayak."

-Ust. Salim A. Fillah-