Senin, 27 Desember 2010

Comeback yang Fantastis

Leg pertama babak final Piala AFF 2010 antara Malaysia vs Indonesia di Stadion Bukit Jalil, Kuala Lumpur, sungguh membuat pendukung timnas Indonesia kecewa karena Indonesia dipermalukan tuan rumah dengan skor yang cukup telak, yaitu 0-3. Malam itu, Indonesia memang bermain di bawah performa terbaiknya. Gol-gol Malaysia lahir dari kaki Mohd Safee Sali di menit ke 54, Ashari di menit ke 67, dan sundulan Mohd Safee Sali di menit 73. Hasil ini membuat peluang Indonesia menjuarai Piala AFF untuk pertama kalinya terasa semakin berat. Akan tetapi, jika kita kembali flashback ke babak Final Liga Champions 2005, kita harus merasa optimis bahwa sepakbola bukan matematika. Karena bola itu bundar, segala sesuatunya bisa terjadi di sepakbola.


Malam itu, di Stadion Kemal Attaturk, Istanbul, Turki, berlangsung laga antara 2 raksasa Eropa, yaitu AC Milan dan Liverpool. Ketika itu, Liverpool tertinggal 3 gol terlebih dahulu dari AC Milan melalu gol cepat Paolo Maldini di menit pertama, dan sepasang gol Hernan Crespo di menit 38 dan 42. Tertinggal 3 gol di babak pertama seolah-olah membuat hasil akhir pertandingan sudah bisa ditebak, yaitu kekalahan Liverpool. Peluit tanda jeda pun ditiup oleh wasit Manuel Mejuto Gonzalez, teriakan dukungan dari Liverpudlian (pendukung setia Liverpool) tenggelam oleh teriakan-teriakan Milanisti (pendukung setia AC Milan).


Di ruang ganti pemain, Rafael Benitez yang ketika itu masih menjabat sebagai manajer Liverpool, menghimpun nafas dan berdiri di tengah para pemainnya. Sang manajer sadar, dia hanya punya waktu 15 menit untuk mengembalikan kepercayaan diri tim. Ketika berjalan dari bangku cadangan menuju ruang ganti, benak Benitez dipusingkan mencari-cari kalimat dalam bahasa Inggris yang tepat untuk "menghidupkan" para pemainnya. Kalimat yang kemudian meluncur dari mulutnya sederhana saja.


"Jangan tundukkan kepala kalian. Kita Liverpool. Kalian bermain untuk Liverpool. Jangan lupakan itu. Kalian harus tetap menegakkan kepala kalian untuk suporter. Kalian harus melakukkannya untuk mereka", serunya.



"Kalian tak pantas menyebut kalian pemain Liverpool kalau kepala kalian tertunduk. Kalau kita menciptakan beberapa peluang, kita berpeluang bangkit dalam pertandingan ini. Percayalah kalian mampu melakukannya. Berikan kesempatan buat kalian sendiri untuk keluar sebagai pahlawan."


Apa yang terjadi di babak kedua? Sungguh suatu "comeback" yang fantastis. Berawal dari sundulan Steven Gerrard yang merobek jala Dida di menit 54, membuat seluruh stadion bergemuruh dengan teriakan-teriakan dari Liverpudlian. Makin bergemuruh lagi saat tendangan jarak jauh Vladimir Smicer tidak sanggup dihalau oleh Dida di menit ke 56. Di menit ke 60, Steven Gerrard dijatuhkan di kotak penalti. Xabi Alonso yang ditunjuk sebagai eksekutor awalnya gagal mengeksekusi penalti, akan tetapi karena bola mutahan dari halauan Dida mengarah kepadanya, dengan sekali sepak Alonso berhasil membuat Dida kembali memungut bola dari gawangnya sendiri. Fantastis, hanya dalam 6 menit, skor berubah menjadi 3-3 hingga babak kedua berakhir. Hal membuat pertandingan dilanjutkan melalui perpanjangan waktu, yang ternyata belum menghasilkan pemenang. Pertandingan pun dilanjutkan melalui adu penalti. Andriy Shevchenko yang bertugas sebagai eksekutor terakhir Milan pun gagal. Eksekusi Sheva mengarah ke tengah gawang dan dengan sebelah tangan, Dudek menahannya. Liverpool pun merajai Eropa! Jerih payah fans Liverpool yang terus menggemuruhkan dukungan untuk klub kesayangan mereka terbayar sudah!

Mukjizat di Istanbul ini kemudian diabadikan dalam film Fifteen Minutes That Shook The World. Betapa tidak, final Liga Champions musim itu sangat dramatis dan membuktikan segalanya mungkin terjadi di lapangan sepakbola.

Lantas apa hikmah di balik comeback fantastis Liverpool tersebut?

Liverpool sanggup bangkit untuk menyamakan kedudukan HANYA dalam 6 menit. Indonesia masih memiliki waktu selama 90 menit untuk membalas kekalahannya pada final pertama di Stadion Bukit Jalil. Indonesia akan bertanding di rumahnya sendiri, Stadion Gelora Bung Karno. Pemain ke-12 pun tetap setia mendukung timnas Indonesia. Jadi, kenapa kita masih pesimis? Kenapa kita masih merasa berat? Segala sesuatu dapat terjadi di sepakbola.

Kekalahan kemarin cukup dijadikan renungan, jangan tenggelam pada kekalahan. Jika terus tenggelam, kapan bisa bangkit. Masalah teror sinar laser, janganlah dijadikan alasan. Toh jika memang mempunyai mental petarung, tidak mungkin pemain timnas kehilangan konsentrasi hanya karena diteror sinar laser hijau oleh pendukung Malaysia. Buktinya seorang Christiano Ronaldo masih tetap menjaga konsentrasinya ketika diteror sinar laser oleh pendukung Real Murcia, saat timnya Real Madrid berlaga pada laga Piala Raja (Copa del Rey) beberapa waktu yang lalu. Walaupun tampak sedikit kesal akan ulah pendukung Real Murcia, dengan dingin Ronaldo mampu membobol gawang Real Murcia melalui tendangan bebasnya yang memang termasyhur itu.


Masihkan teror sinar laser dijadikan alasan kekalahan timnas?

Masihkan PSSI dituding atas kekalahan timnas?

Sekarang bukan saatnya untuk mencari kambing hitam. Sekarang adalah saatnya untuk tetap fokus menyongsong leg kedua babak final Piala AFF 2010.

Bangkitlah Indonesiaku! Bangkitlah Garudaku! Kamu pasti bisa!


Tidak ada komentar:

:) :( ;) :D ;;-) :-/ :x :P :-* =(( :-O X( :7 B-) :-S #:-S 7:) :(( :)) :| /:) =)) O:-) :-B =; :-c :)] ~X( :-h :-t 8-7 I-) 8-| L-) :-a :-$ [-( :O) 8-} 2:-P (:| =P~ :-? #-o =D7 :-SS @-) :^o :-w 7:P 2):) X_X :!! \m/ :-q :-bd ^#(^ :ar!

Posting Komentar