Minggu, 04 Maret 2012

Jangan Percaya Bocoran

Alkisah, di sebuah negeri yang tanahnya subur, bahkan tongkat dan kayu pun bisa menjadi tanaman, terdapat sebuah sekolah reguler di pinggiran kota megapolitan. Sekolah tersebut merupakan sekolah negeri terbesar di tingkat kecamatan. Sekolah ini memiliki 2 buah lapangan, yang biasa digunakan untuk upacara bendera, kegiatan olahraga, dan kegiatan non akademik lainnya. Lahannya yang luas bahkan sudah tak mampu lagi menampung kendaraan-kendaraan milik civitas akademika, yang jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Sekolah ini pun memiliki sebuah masjid besar, yang sering digunakan sejenak untuk melepaskan urusan duniawi demi mendekatkan diri kepada Sang Pencipta pada saat jam istirahat. Kantinnya menyediakan berbagai macam makanan dan minuman, untuk mengisi kembali energi yang telah digunakan untuk memeras otak seharian. Masih banyak kenyamanan yang bisa dirasakan oleh seluruh civitas akademika sekolah ini, yang seharusnya mampu membuat siswanya bisa menikmati pelajaran demi pelajaran yang diberikan.

Sekolah ini mempunyai tradisi yang cukup membanggakan dalam bidang akademik, yaitu selalu mencapai angka kelulusan 100% untuk lulusan angkatan tahun ganjil, bahkan sekolah ini pernah mencapai peringkat kedua nilai ujian nasional tingkat provinsi untuk kategori sekolah negeri. Prestasi gemilang yang telah diraih 2 tahun sebelumnya ini tentunya membuat pihak sekolah, guru, dan siswa tingkat akhir merasa terbebani untuk mempertahankan prestasi yang telah dipersembahkan oleh angkatan emasnya, karena banyak suara miring yang mengatakan bahwa prestasi gemilang yang telah ditorehkan tersebut diperoleh dengan cara yang sangat kotor, yaitu bocoran.

Walaupun suara-suara miring tersebut telah membuat hampir seluruh civitas akademika sekolah tersebut merasa terbebani, ternyata masih ada segelintir guru dan murid yang cerdas yang merasa optimis jika mereka sanggup membuktikan bahwa suara-suara miring tersebut merupakan isapan jempol belaka.

Berbagai persiapan pun dilakukan untuk menghadapi ujian nasional tahun ini. Enam bulan menjelang ujian nasional, pihak sekolah mulai memberikan pendalaman materi kepada siswa-siswanya, yang diharapkan mampu mendobrak kemampuan siswa-siswanya untuk menguasai materi-materi dari 3 mata pelajaran yang akan diujikan dalam ujian nasional. Sayangnya setelah melakukan pendalaman materi selama 4 bulan, ternyata kemampuan siswa-siswanya masih stagnan, atau dengan kata lain belum menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal ini membuat sebagian besar siswanya merasa pesimis untuk mempertahankan prestasi gemilang yang telah diraih 2 tahun sebelumnya, atau minimal sanggup menjaga tradisi lulus 100%. Rasa pesimis tersebut membuat segelintir siswa berinisiatif untuk mencari sendiri bocoran soal dan kunci jawaban ujian nasional dari luar karena pihak sekolah tidak berani menyediakannya. Dan bobroknya, pihak sekolah sama sekali tidak melarang siswanya melakukan hal terlarang tersebut. Bahkan pihak sekolah memperingatkan agar siswa pencari bocoran berhati-hati agar tidak ketahuan pihak luar, karena resikonya terlalu besar jika sampai ketahuan.


Persiapan awal yang dilakukan adalah melakukan koordinasi dengan perwakilan masing-masing kelas. Kemudian dipilihlah koordinator inti bocoran, yang bertugas mencari penjual jasa bocoran. Setelah melakukan penyelidikan dan pencarian yang memakan waktu hampir selama sebulan, akhirnya sang koordinator inti berhasil mendapatkan penjual jasa bocoran tersebut. Harga yang disepakati oleh kedua belah pihak adalah 10 juta rupiah.

Setelah memperoleh kesepakatan harga dengan si penjual jasa bocoran, perwakilan masing-masing kelas kembali melakukan koordinasi untuk menentukan besarnya uang yang harus dibayarkan oleh masing-masing siswa, yang akhirnya disepakati sebesar Rp. 45.000,00. Dari sekitar 300 orang jumlah siswa tingkat akhir, ternyata masih ada segelintir siswa yang sama sekali tidak mempercayai keakuratan bocoran dengan soal ujian yang sebenarnya. Mereka memilih untuk tidak berpartisipasi untuk menyumbang dana. Keputusan mereka ini sangat dihargai oleh berbagai kalangan di sekolah karena memang sebenarnya sebagian besar siswa pun tidak mempercayai keakuratan bocoran tersebut, tetapi mereka tetap menyumbang dana untuk membuktikan bahwa mereka bisa lulus tanpa bantuan bocoran.

Selama seminggu mereka berhasil menghimpun dana sebesar Rp. 10.000.000,00. Lalu mereka membayarkan uang muka sebesar Rp. 5.000.000,00 saat ujian nasional tinggal 3 minggu lagi. Sisanya akan dibayar pada hari kedua ujian nasional. Kemudian diperoleh kesepakatan bahwa bocoran jawaban soal ujian nasional akan diantarkan oleh sang penjual bocoran ke rumah koordinator inti pada hari ujian pukul 05.30 WIB.

Ujian nasional pun tiba. Pagi hari sebelum ujian nasional hari pertama dimulai, perwakilan masing-masing kelas sudah berada di rumah koordinator inti untuk menunggu datangnya bocoran. Ternyata setelah ditunggu hingga pukul 06.30, bocorannya tak kunjung datang. Merasa ada yang tidak beres, koordinator inti segera menghubungi penjual jasa bocoran. Ternyata di penjual bocoran tidak bisa menemui siswanya di rumah koordinator inti dengan alasan yang tidak masuk akal. Kemudian disepakati untuk bertemu di sebuah taman. Mereka semua berangkat ke taman ketika ujian akan dimulai sekitar 20 menit lagi. Akhirnya mereka bertemu dengan si penjual bocoran dan segera meminta bocoran tersebut.

Setelah berhasil mendapatkan bocoran, mereka kembali ke sekolah untuk kemudian membagi-bagikannya kepada seluruh siswa yang sudah merasa cemas karena bocorannya tak kunjung datang, padahal ujian akan dimulai sekitar 10 menit lagi. Dengan tergesa-gesa, seluruh siswa segera menyalin bocoran di kertas kecil di tempat yang tidak mudah diawasi, misalnya toilet, pojokan sekolah, dsb. Setelah menyalin semua bocoran, seluruh siswa kembali diperingatkan agar tidak mempercayai kebenaran bocoran tersebut sepenuhnya.

Ujian hari pertama pun dimulai. Mata pelajaran yang diujikan adalah Bahasa Indonesia. Pada 1 jam pertama ujian berlangsung tenang. Setelah itu, di dalam ruangan diliputi rasa kegundahan karena ada salah satu siswa yang pandai memberikan informasi rahasia kepada seluruh teman-temannya bahwa bocorannya tidak akurat. Rasa kegundahan itu tidaklah terlalu besar, sebab mata pelajaran yang diujikan hanyalah Bahasa Indonesia, bahasa sehari-hari yang biasa digunakan untuk berkomunikasi satu sama lain. Akan tetapi, kepanikan tetap melanda sebagian besar siswa karena besok mata pelajaran yang diujikan adalah Matematika untuk siswa jurusan IPA dan Ekonomi untuk siswa jurusan IPS. Keduanya merupakan mata pelajaran tersulit dan menjadi momok bagi sebagian besar siswa. Mereka khawatir jika bocorannya meleset lagi. Menyikapi hal ini, koordinator inti segera mengambil tindakan, yaitu menghubungi kembali si penjual jasa bocoran agar memberikan bocoran yang tepat. Tindakan yang dilakukan oleh koordinator inti ini bisa membuat sebagian siswa merasa sedikit tenang.

Ujian hari kedua pun tiba. Ketenangan saat ujian hari kedua ini hanya berlangsung sekitar 30 menit, karena sebagian besar siswa menemui kebuntuan untuk memecahkan soal ujian. Kemudian seorang siswa yang pandai dalam mata pelajaran Matematika dan Ekonomi kembali memberikan informasi rahasia kepada teman-temannya bahwa ternyata bocoran meleset lagi. Sebagian dari mereka merasa panik dan khawatir tidak bisa lulus ujian tahun ini karena mereka hanya sanggup menyelesaikan sekitar 10 nomor, dan mereka pun tidak yakin bahwa kesepuluh nomor yang diselesaikannya benar semua. Tetapi karena sudah terdesak, mereka mampu mengeluarkan kemampuan terbaiknya sehingga mereka sudah bisa menambah pundi-pundi nilai. Ujian pun selesai dan mereka tetap merasa tidak yakin akan jawabannya. Koordinator inti segera memberikan motivasi bahwa mereka semua bisa lulus 100% tanpa bantuan bocoran. Motivasi ini bisa memberikan sedikit ketenangan untuk mereka.

Hari ketiga ujian, koordinator inti masih menunjukkan rasa tanggung jawabnya untuk mengambil bocoran walaupun sebenarnya dia sudah tidak percaya dengan bocoran. Pada hari ketiga ini bocoran datang lebih awal, yaitu sekitar pukul 06.00. Kedatangan bocoran ini disambut dingin oleh sebagian besar siswa karena mereka sudah tidak percaya lagi dengan bocoran. Hanya sedikit dari mereka yang menyalin bocoran tersebut di kertas kecil. Mereka yang menyalinnya hanya untuk mengecek apakah bocorannya tembus atau tidak. Ujian berlangsung tenang dan lagi-lagi bocorannya meleset.
Ujian nasional pun berakhir. Hasil ujian nasional akan diumumkan 2 bulan kemudian. Para siswa menunggu hasilnya dengan perasaan cemas. Setelah menunggu dengan ketidakpastian, akhirnya hasil ujian nasional diumumkan. Hasilnya sungguh luar biasa, seluruh siswa tingkat akhir sekolah tersebut dinyatakan lulus 100%. Gegap gempita menyelimuti mereka semua. Puncaknya pada acara perpisahan, mereka semakin yakin bahwa tidak boleh mempercayai bocoran. Percaya pada kemampuan diri sendiri adalah kunci sukses dalam ujian.

Tidak ada komentar:

:) :( ;) :D ;;-) :-/ :x :P :-* =(( :-O X( :7 B-) :-S #:-S 7:) :(( :)) :| /:) =)) O:-) :-B =; :-c :)] ~X( :-h :-t 8-7 I-) 8-| L-) :-a :-$ [-( :O) 8-} 2:-P (:| =P~ :-? #-o =D7 :-SS @-) :^o :-w 7:P 2):) X_X :!! \m/ :-q :-bd ^#(^ :ar!

Posting Komentar